Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat
dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut adalah beberapa hikmah di balik puasa Ramadhan yang sarikan dari
beberapa kalam ulama. Semoga bermanfaat.
1. Menggapai Derajat Takwa
Allah
Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al
Baqarah: 183). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar
seorang hamba dapat menggapai derajat takwa dan puasa adalah sebab meraih
derajat yang mulia ini. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian
takwa. Bentuk takwa dalam puasa dapat kita lihat dalam berbagai hal berikut.
Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah larang
ketika itu yaitu dia meninggalkan makan, minum, berjima’ dengan istri dan
sebagainya yang sebenarnya hati sangat condong dan ingin melakukannya. Ini
semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah dan
meraih pahala dari-Nya. Inilah bentuk takwa.
Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan
kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah selalu
mengawasi diri-Nya. Ini juga salah bentuk takwa yaitu merasa selalu diawasi
oleh Allah.
Ketiga, ketika berpuasa, setiap orang akan semangat melakukan amalan-amalan
ketaatan. Dan ketaatan merupakan jalan untuk menggapai takwa. Inilah sebagian
di antara bentuk takwa dalam amalan puasa.
2. Hikmah di Balik Meninggalkan Syahwat dan Kesenangan
Dunia
Di dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan berbagai
syahwat, makanan dan minuman. Itu semua dilakukan karena Allah. Dalam hadits
qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
“Dia
telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”.
Di antara hikmah meninggalkan
syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:
Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena banyak makan dan
minum, kepuasan ketika berhubungan dengan istri, itu semua biasanya akan
membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Sehingga
dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.
Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat
Allah. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan
terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari
memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah. Oleh karena itu,
apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan
dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan bercahaya, akan semakin
lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah untuk tafakkur
(merenung) serta berdzikir pada Allah.
Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang
berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu
banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering
merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang
kaya pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.
Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ
“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya
darah.”
Jadi puasa dapat menenangkan setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa
pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi
orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.
3.
Mulai Beranjak Menjadi Lebih Baik
Di bulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam
maksiat agar puasanya tidak sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan
dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ
وَالعَطَشُ
“Betapa
banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut
kecuali rasa lapar dan dahaga saja.”
Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi
pula dengan berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang
berusaha menjaga lisannya dari rasani orang lain (baca: ghibah), dari
berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan
hal-hal yang sia-sia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ
فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak
butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا
الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ
عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang
mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku
sedang puasa”.” Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak
berfaedah. Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan
laki-laki pada wanita atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.
Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan
menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa
di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu
malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya
di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria,
hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan
ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah
yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurna, maka di
luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ
وَإِنْ قَلَّ
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan
yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu
tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar
bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah musiman. Namun sudah seharusnya
di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga. Para ulama seringkali mengatakan,
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada
bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan dari Ka’ab, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan
lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat
maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak (tidak bernilai
apa-apa).”
4. Kesempatan untuk Saling Berkasih Sayang dengan Si
Miskin dan Merasakan Penderitaan Mereka
Puasa akan menyebabkan seseorang lebih menyayangi si miskin. Karena orang
yang berpuasa pasti merasakan penderitaan lapar dalam sebagian waktunya.
Keadaan ini pun ia rasakan begitu lama. Akhirnya ia pun bersikap lemah lembut
terhadap sesama dan berbuat baik kepada mereka. Dengan sebab inilah ia
mendapatkan balasan melimpah dari sisi Allah.
Begitu pula dengan puasa seseorang akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang
miskin, fakir, yang penuh kekurangan. Orang yang berpuasa akan merasakan lapar
dan dahaga sebagaimana yang dirasakan oleh mereka-mereka tadi. Inilah yang
menyebabkan derajatnya meningkat di sisi Allah.
Inilah beberapa hikmah syar’i yang luar biasa di balik puasa Ramadhan. Oleh
karena itu, para salaf sangatlah merindukan bertemu dengan bulan Ramadhan agar
memperoleh hikmah-hikmah yang ada di dalamnya. Sebagian ulama mengatakan, “Para
salaf biasa berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar dapat berjumpa dengan bulan
Ramadhan. Dan 6 bulan sisanya mereka berdoa agar amalan-amalan mereka diterima”.
Hikmah Puasa yang Keliru
Adapun hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa
puasa dapat menyehatkan badan (seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi
resiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi resiko diabetes), maka
itu semua adalah hikmah ikutan saja dan bukan hikmah utama. Sehingga hendaklah
seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu
dan janganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena
jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahatan duniawi,
maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan
nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي
حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي
الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Orang yang gemar berbuat riya’ akan diberi balasan
kebaikan mereka di dunia. Mereka sama sekali tidak akan dizholimi. Namun
ingatlah, barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amalan shalat atau amalan
shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah:
“Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Akan tetapi, amalannya
akan lenyap di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan
dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.”
Sehingga yang benar, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk
mengharap wajah Allah. Sedangkan nikmat kesehatan, itu hanyalah hikmah ikutan
saja dari melakukan puasa, dan bukan tujuan utama yang dicari-cari. Jika
seseorang berniat ikhlas dalam puasanya, niscaya nikmat dunia akan datang
dengan sendirinya tanpa dia cari-cari. Ingatlah selalu nasehat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ
فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ
وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ
لَهُ
“Barangsiapa
yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan
kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai,
dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya
adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah
merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh
kecuali yang telah ditetapkan baginya.”
Adapun
hadits yang mengatakan,
صُوْمُوْا تَصِحُّوْا
“Berpuasalah,
niscaya kalian akan sehat.” Perlu diketahui bahwa hadits semacam ini adalah
hadits yang lemah (hadits dho’if) menurut ulama pakar hadits.
Semoga
kita bisa menarik hikmah berharga di balik puasa kita di bulan penuh kebaikan,
bulan Ramadhan.
Sumber
: http://www.muslim.or.id/

Tidak ada komentar:
Posting Komentar