Pendahuluan
Kandungan
Al-Qur’an mencakup semua aspek kehidupan manusia. Al-Qur’an tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, bahkan dengan alam sekitar. Al-Qur’an tidak hanya
berbicara tentang aqidah, ibadah dan akhlak saja, tetapi juga berbicara tentang
ekonomi, sosial, politik, budaya dan sebagainya.
Dari
sekian banyak yang dibicarakan Al-Qur’an, amanah merupakan salah satu bagian
yang penting dari yang dibicarakan oleh Al-Qur’an. Dikatakan penting, karena
amanah merupakan salah satu ciri ketaatan seseorang kepada Allah dalam
keislamannya. Sementara sifat khianat yang merupakan lawan dari sifat amanah
merupakan salah satu ciri pembangkangan seseorang terhadap Allah yang bisa jadi
akan membawanya pada keadaan cacat keislaman dan keimanannya. Dalam hal ini
Abdurrahman Hasan Habannakah mengungkapkan: “Sesungguhnya Islam telah
mewajibkan kaum muslimin untuk memiliki sifat amanah, dan mengharamkan mereka
menempuh jalan khianat. Orang yang memiliki sifat amanah berarti ia taat kepada
Allah, dan orang yang memiliki sifat khianat berarti ia berbuat maksiat kepada
Allah, dan bisa jadi ia sampai pada suatu keadaan dimana keislaman dan
keimanannya manjadi cacat.”
Dari
ungkapan Habnnakah diatas jelas bahwa ada hubungan yang erat antara amanah
dengan keimanan. Hal ini pun sebetulnya telah diungkapkan oleh Rasulullah SAW
dalam haditsnya:
لا إيمان لمن لا أمانة له
“Tidak (sempurna) iman seseorang yang
tidak amanah.” (HR. Ahmad).
Jelas
sekali bahwa amanah merupakan sifat orang-orang yang beriman. Orang yang
menunaikan amanah berarti memiliki sifat orang-orang yang beriman. Sebaliknya
orang yang khianat berarti memiliki sifat orang munafik. Ini merupakan bukti
bahwa amanah memiliki urgensi yang sangat tinggi dalam Islam.
Pengertian Amanah
Secara
bahasa, amanah berasal dari kata bahasa Arab : أَمِنَ يَأْمَنُ أَمْناً yang berarti aman/tidak takut. Dengan
kata lain, aman adalah lawan dari kata takut. Dari sinilah diambil kata amanah
yang merupakan lawan dari kata khianat. Dinamakan aman karena orang akan merasa
aman menitipkan sesuatu kepada orang yang amanah.
Secara
istilah, ada sebagian orang yang mengartikan kata amanah secara sempit yaitu
menjaga barang titipan dan mengembalikannya dalam bentuk semula. Padahal
sebenarnya hakikat amanah itu jauh lebih luas. Amanah menurut terminologi Islam
adalah setiap yang dibebankan kepada manusia dari Allah seperti
kewajiban-kewajiban agama, atau dari manusia seperti titipan hartat.
Amanah
yang merupakan sifat orang yang beriman mempunyai cakupan yang sangat luas.
Amanah tidak hanya berkaitan dengan masalah harta, tetapi juga berkaitan dengan
selain masalah harta, atau menurut istilah M. Quraish Shihab, amanah bukan
sekadar sesuatu yang bersifat material, tetapi juga non material dan
bermacam-macam.
Luasnya
ruang lingkup amanah disebutkan juga oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Islamuna:
“Amanah adalah segala sesuatu yang wajib dipelihara dan ditunaikan kepada orang
yang berhak menerimanya. Amanah adalah kata yang pengertiannya luas mencakup
segala hubungan. Konsisten dalam keimanan serta merawayatnya dengan
faktor-faktor yang menyebabkan berkembang dan kekalnya adalah amanah,
memurnikan ibadah kepada Allah adalah amanah, berinteraksi secara baik dengan
perorangan dan kelompok adalah amanah; dan memberikan setiap hak kepada
pemiliknya adalah amanah.
Ruang Lingkup Amanah
Dari
uraian diatas, jelas sekali bahwa amanah mencakup ajaran Islam secara
keselurahan, bukan seperti pemahaman sebagian orang bahwa amanah itu sebatas
menjaga dan mengembalikan titipan orang lain.
Amanah
sendiri terdiri dari beberapa macam, sebagaimana yang disebutkan oleh Wahbah
Az-Zuhayli, yaitu: pertama, menjaga amanah yang ada pada hak-hak Allah SWT. Hal
ini terdiri dari melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala
larangan-Nya, menggunakan segala perasaan dan anggota badan pada sesuatu yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, menjaga amanah yang ada pada
hak-hak diri sendiri. Yaitu bahwa seseorang tidak melakukan perbuatan kecuali
yang bermanfaat baginya baik dalam agama, dunia dan akhirat. Tidak melakukan
suatu perbuatan yang membahayakannya di dunia dan akhirat; menjaga diri dari
hal-hal yang menyebabkan sakit; serta melakukan kaedah-kaedah ilmu kesehatan.
Ketiga, menjaga amanah pada hak-hak orang lain; yaitu dengan mengembalikan
barang-barang titipan dan pinjaman, tidak curang dalam melakukan transaksi, dan
tidak menyebarkan rahasia dan cacat orang lain.
A. Amanah terhadap Allah
Amanah terhadap Allah terbagi dalam tiga
hal, yaitu:
Amanah Iman kepada Allah
Iman
kepada Allah adalah amanah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia sejak
lahir. Artinya, manusia dapat mengenal dan beriman kepada Allah berdasarkan
niat, kehendak, dan usahanya. Amanah fitrah ini khusus diberikan Allah kepada
manusia, karena selain manusia beriman dan taat kepada-Nya berdasarkan
pemberian Allah, bukan berdasarkan niat, kehendak dan usahanya.
Amanah
iman ini berdasarkan firman Allah Ta`ala, yang artinya :
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
Iman
kepada Allah, menerima dan melaksanakan perintah-Nya merupakan fitrah manusia.
Dalam arti manusia diciptakan oleh Allah mempunyai potensi atau kesiapan untuk
hal itu. Potensi atau kesiapan itu berbentuk kehendak, upaya, kesungguhan dan
semacamnya. Sementara makhluk lain tidak diciptakan Allah untuk mempunyai
potensi dan kesiapan untuk hal itu. Kepatuhannya hanya sebatas melaksanakan
kehendak Allah, bukan lahir dari kehendak, usaha dan kesungguhannya.
Iman
kepada Allah sebagai fitrah ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
ما من مولود إلا يولد على الفطرة, فأبواه
يهودانه وينصرانه ويمجسانه
“Tidak ada seorang pun yang dilahirkan
kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
(Muttafaq Alaih).
Fitrah
yang dimaksud dalam hadits di atas adalah Islam yang termasuk di dalamnya iman,
bukan bagaikan kertas putih sebagaimana diartikan oleh sebagian orang.
Keadaan
iman sebagai fitrah sesuai juga dengan keadaan amanah sebagai fitrah. Hal ini
sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, “…..amanah masih kuat dalam lubuk hati
manusia. Kemudian turunlah Al-Qur’an, maka mereka mulai mempelajari Al-Qur’an
dan As-Sunnah.”
Sabda
Rasulullah bahwa amanah masih kuat dalam lubuk hati manusia mengisyaratkan
bahwa amanah merupakan sifat fitrah manusia, yang melekat kuat dalam lubuk hati
manusia. Sifat amanah ini tidak akan melekat pada lubuk hati kalau bukan sifat
fitrah. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah setelah itu: “Kemudian
turunlah Al-Qur’an, maka mereka mulai mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Sabda ini menunjukkan bahwa petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah terhadap amanah
datang setelah melekatnya sifat amanah dala lubuk hati manusia. Keberadaan
sifat amanah dalam hati mendahului petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak
terjadi kecuali sifat itu memang sudah ada secara fitrah.
Amanah Ibadah
Ibadah
hanya kepada Allah merupakan bagian dari amanah yang harus ditunaikan
seseorang, karena ibadah kepada-Nya merupakan salah satu perintah konsekwensi
iman kepada Allah dan merupakan tujuan utama manusia diciptakan. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Ta`ala yang artinya :
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Tugas
ini adalah amanah dari Allah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh
manusia. Arti dasar ibadah adalah ketundukan dan kepasrahan. Dan yang dimaksud
dengan ibadah adalah untuk mentauhidkan Allah, malaksanakan ajaran-ajaran
agama-Nya, dan tidak melakukan penyembahahan selain kepada-Nya.
Amanah Dakwah dan Jihad
Tugas
dakwah dan jihad adalah amanah yang harus dipikul oleh orang muslim. Setiap
muslim harus menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa
di antara kalian yang melihat kemunkaran maka cegahlah dengan tangannya. Jika
ia tidak mampu, maka cegahlah dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu juga
maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
B. Amanah terhadap sesama Manusia
Amanah
terhadap sesama manusia memiliki cakupan yang luas, baik dari sisi orang yang menjadi
sasaran amanah maupun dari sisi bentuk-bentuk amanah. Di antara bentuk-bentuk
amanah adalah:
Amanah dalam harta
Harta
adalah amanah dari Allah yang harus dikelola dan dipergunakan untuk kebaikan.
Allah telah memberikan petunjuk kepada kita untuk menunaikan amanah dalam
harta, termasuk pula yang berkaitan dengan titipan, pinjaman, wasiat dan lain
sebagainya.
Di
antara amanah dalam harta yang harus ditunaikan seseorang adalah memberikan
nafkah terhadap orang yang menjadi tanggungannya seperti isteri, anak, orang
tua, dan pembantu, baik dalam bentuk makanan, pakaian, biaya pendidikan dan
lain sebagainya.
Memberikan
nafkah kepada keluarga merupakan jenis nafkah yang paling utama, karena
memberikan nafkah kepada keluarga termasuk wajib, sedangkan yang lainnya
termasuk sunnah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW : “Satu
dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu infakkan untuk
membebaskan budak, satu dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, dan
satu dinar yang kamu infakkan kepada keluargamu, maka yang paling besar
pahalanya adalah apa yang kamu infakkan kepada keluargamu.” (HR. Muslim)
Begitu
juga harta yang ada di dalam kendali seseorang dalam sebuah yayasan, organisasi
atau negara yang bukan milik pribadinya, melainkan milik yayasan, organisasi
atau negara tersebut, maka ia harus memeliharanya atau memberikannya kepada
yang berhak. Berkaitan dengan ini Ibnu Taimiyah berkata di dalam bukunya As-Siyasah
Asy-Syar`iyyah: “…Bagi setiap penguasa dan wakilnya dalam pemberian
hendaknya memberikan setiap hak kepada pemiliknya, dan para pengurus harta itu
tidak boleh membagikannya menurut keinginannya sendiri seperti pemilik harta
membagikan hartanya, karena mereka adalah orang-orang yang diberikan amanah dan
para wakil bukan pemilik.”[8]
Sebagai amanah, maka orang yang menerima
harta orang lain akan berurusan dengan Allah sebelum ia berurusan dengan orang
yang memberikan amanah kepadanya. Jika dalam menerima amanah tersebut ia
mempunyai niat untuk mengembalikannya, maka Allah pun akan membantunya untuk
dapat mengembalikannya. Tapi jika ia mempunyai niat untuk tidak mengembalikannya,
maka Allah pun akan membinasakannya. Jika ini dipahami dan diyakini oleh semua
orang, maka tidak akan pernah terjadi korupsi di negeri ini.
Amanah dalam fisik dan nyawa
Termasuk
amanah terhadap orang lain adalah menahan diri untuk tidak menyakiti dan
mengganggu fisik dan nyawa orang lain, seperti menghina, menyakiti, membunuh
dan semacamnya. Rasulullah SAW bersabda,
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
“Orang muslim (sejati) adalah apabila
orang-orang muslim disekitarnya merasa aman dari lisan dan tangannya.”
Amanah dalam Kehormatan
Termasuk
amanah terhadap orang lain adalah menjaga nama baik atau kehormatan orang lain,
tidak mencemarkan nama baik atau merusak kehormatannya. Di antara perbuatan
yang dilarang berkenaan dengan amanah ini adalah berghibah, mengadu domba,
menuduh orang lain berzina, dan semacamnya.
Amanah dalam Rahasia
Apabila
seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia kepada kita, itulah
amanah yang harus dijaga. Rasulullah bersabda,
إذا حدث رجل رجلا بحديث ثم التفت فهو أمانة
(رواه أبو داود)
“Apabila seseorang membicarakan sesuatu
kepada orang lain (sambil) menoleh ke kiri dan ke kanan (karena yang
dibicarakan itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus dijaga). (HR. Abu Dawud)
Dalam
sebuah keluarga, suami isteri harus menjaga rahasia keluarga, lebih-lebih lagi
rahasia ranjang. Masing-masing tidak boleh membeberkan rahasia ranjang
keluarganya kepada orang lain, kecuali kepada dokter, penasehat perkawinan atau
hakim pengadilan untuk tujuan yang sesuai dengan bidang tugas mereka
masing-masing. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya amanah yang paling besar
disisi Allah pada hari kiamat ialah menyebarkan rahasia isteri, misalnya
seseorang laki-laki bersetubuh dengan isterinya, kemudian ia membicarakannya
kepada orang lain tentang rahasia isterinya.” (HR. Muslim)
Begitu
juga pembicaraan dalam sebuah pertemuan atau hasil keputusan yang dinyatakan
rahasia, tidak boleh dibocorkan kepada orang lain yang tidak berhak
mengetahuinya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Majelis pertemuan itu
harus dengan amanah kecuali pada tiga majelis: Di tempat pertumpahan darah yang
dilarang, di tempat perzinahan, dan di tempat perampokan.” (HR. Abu Dawud)
Amanah dalam kekuasaan
Di
antara amanah dalam kekuasaan ialah seseorang tidak menggunakan kekuasaan yang
diberikan kepadanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keluarganya. Ia
tidak boleh mengambil tambahan dari gaji yang telah ditentukan untuknya dengan
cara yang tidak benar, seperti menerima suap, atau menerima suap dengan nama
hadiah, korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya, karena semua itu adalah
merupakan bentuk pengkhianatan dan penipuan yang akan membahayakan umat
keseluruhan, yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa yang kami angkat menjadi pekerja untuk mengerjakan
sesuatu, dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih
dari dari upah yang semestinya, maka itu adalah korupsi.” (HR. Abu Dawud).
Di
antara amanah dalam kekuasaan adalah memberikan suatu tugas atau jabatan kepada
orang yang paling memiliki kapabilitas dalam tugas dan jabatan tersebut.
memberikan tugas atau jabatan kepada orang yang tidak kapabel atau kepada
seseorang yang dianggap kapabel padahal ada orang yang lebih kapabel lagi,
disebabkan karena ada hubungan kerabat atau persahabata, satu daerah, suku,
golongan, partai, atau karena suap dan semacamnya, berarti ia telah berbuat
khianat dan akan menyebabkan kehancuran. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
إذا وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kehancuran.” (HR. Al-Bukhari)
Suatu
ketika, Abu Dzarr menghadap kepada Rasulullah dan meminta jabatan, maka
Rasulullah pun bersabda kepadanya, “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kamu itu
adalah orang yang lemah, dan jabatan itu adalah amanah yang pada hari kiamat
akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang dapat
melaksanakan tugas kewajibannya dan memenuhi tanggungjawabnya.” (HR.
Muslim)
Termasuk
amanah juga, orang yang tidak memiliki kapabilitas dalam memegang suatu tugas
atau jabatan kepemimpinan tidak boleh memintanya. Dalam tradisi masyarakat yang
berpegang teguh kepada Islam, tidak ada seorang pun yang meminta jabatan
kepemimpinan.
Amanah dalam Ilmu Pengetahuan
Di
antara amanah dalam ilmu pengetahuan adalah menyebarluaskannya kepada
masyarakat dan menerangi hati mereka. Orang yang menyembunyikan ilmunya berarti
telah berbuat khianat terhadap ilmu tersebut dan Rasulullah mengancam orang
yang bersikap demikian:
من سئل عن علم فكتمه, ألجمه الله بلجام من
نار يوم القيامة
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu
lalu ia menyembunyikannya, maka Allah akan mengekangnya dengan kekangan api
neraka pada hari kiamat nanti.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Di
antara amanah dalam ilmu adalah kembali kepada yang benar setelah yang benar
itu jelas. Seperti jika ada orang yang mengemukakan suatu pendapat, kemudian
dia melihat bahwa ada dalil yang lebih kuat berbeda dengan pendapatnya, maka ia
hendaknya mencabut pendapatnya dan beralih kepada dalil yang lebih kuat. Hal
ini disinggung oleh Rasulullah dalam haditsnya: “Barangsiapa bersumpah
dengan sebuah sumpah lalu ia melihat ada yang lebih baik selainnya, maka
hendaklah ia mengambil yang lebih baik dan membayar kaffarah terhadap sumpahnya.”
Di
antara amanah dalam ilmu adalah tidak malu menjawab dengan kalimat “Saya tidak
tahu”, jika memang ia tidak mengetahui tentang suatu masalah.
C. Amanah terhadap Diri Sendiri
Amanah terhadap diri sendiri adalah bahwa
seseorang tidak melakukan sesuatu kecuali yang paling baik dan paling
bermanfaat bagi dirinya. Rasulullah SAW bersabda,
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه
“Dari kesempurnaan Islam seseorang adalah
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi, Malik dan Ahmad)
Semua
nikmat yang Allah berikan kepada manusiaharus dijaga dan dimanfaatkan dengan
baik, seperti umur, kesehatan, dan bahkan seluruh organ yang ada pada tubuh
manusia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak.
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra: 36)
Abdullah
bin Amru bin Al-Ash berkata, “Kemaluan itu adalah amanah, telinga adalah
amanah, mata adalah amanah, lidah adalah amanah, ucapan adalah amanah, tangan
adalah amanah, kaki adalah amanah, dan tidak ada iman bagi orang yang tidak
memiliki sifat amanah.”
Kesimpulan
Amanah
adalah sifat dan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap muslim karena tidak ada
iman tanpa amanah. Pada dasarnya, seluruh hidup kita selama di dunia ini
sebenarnya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di
akhirat. Sehingga merugi dan celakalah orang yang tidak menunaikan amanah ini
dengan sebaik-baiknya.
Cukuplah
Rasulullah sebagai sosok manusia yang paling amanah, sampai kawan dan lawan pun
merasa aman dan tenang hidup dan bermuamalah bersama dengan beliau. Sungguh
bumi ini akan damai dan sejahtera jika setiap penghuninya melaksanakan semua
kewajibannya dengan penuh rasa amanah. Rasulullah SAW bersabda,
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
“Setiap dari kalian adalah pemimpin dan
setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban dari yang dipimpinnya.”
Sumber : almanar.co.id

Tidak ada komentar:
Posting Komentar