Sejarah Tahun Baru Masehi
Beberapa hari lagi kita akan menyaksikan perayaan besar, perayaan yang
dilangsungkan secara massif oleh masyarakat di seluruh dunia. Ya, itulah
perayaan tahun baru yang secara rutin disambut dan dimeriahkan dengan
berbagai acara dan kemeriahan.
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut
merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan
dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta
warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka
(orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa
yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus
adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan
satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu,
layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de
Janus” inMélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400)
Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal
dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan
orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi.
Acara ini terus dirayakan oleh masyarakt modern dewasa ini, walaupun mereka
tidak mengetahui spirit ibadah pagan adalah latar belakang diadakannya acara
ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai macam permainan, menikmati
indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, dsb.
Tahun Baru = Hari Raya Orang Kafir
Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang
kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Di antara alasan statement ini adalah:
Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek,
termasuk orang kafir. Beliau bersabda,
من تشبه بقوم
فهو منهم
“Siapa
yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.”
(Hadis shahih riwayat Abu Daud)
Abdullah
bin Amr bin Ash mengatakan,
من بنى بأرض
المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة
“Siapa
yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya
orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang
yang rugi pada hari kiamat.”
Kedua, mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa
cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka
sebagai kekasih (baca: memberikan loyalitas) dan menampakkan cinta kasih kepada
mereka. Allah berfirman,
يا أيها الذين
آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق
…
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu..” (QS. Al-Mumtahanan: 1)
Ketiga, Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata
perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz
dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,
قدمت عليكم
ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر
“Saya mendatangi
kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu
untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk
kalian; idul fitri dan idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan
Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main
dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan
orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut
adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri
dan Idul Adha.
Untuk itu,
turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main,
tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena
termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Keempat, Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah
yang pilihan),
و الذين لا
يشهدون الزور …
“Dan
orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…”
Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.
Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.
Artikel
www.KonsultasiSyariah.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar